Pemerintah Desa Padarincang mengucapkan Selamat Hari Pramuka Ke 58 tahun
Sejarah Singkat Tentang Pramuka
Gerakan
Pramuka Indonesia adalah nama organisasi pendidikan
nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia.
Kata "Pramuka"
merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Jiwa Muda
yang Suka Berkarya. Tapi sebelum singkatan ini ditetapkan, kata Pramuka asalnya
diambil oleh Sultan Hamengkubuwono
IX dari kata "Poromuko" yang berarti pasukan terdepan
dalam perang.
Pramuka
merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang
meliputi; Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka
Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka
Pandega (21-25 tahun). Kelompok anggota yang lain yaitu Pembina
Pramuka, Andalan Pramuka, Korps Pelatih Pramuka, Pamong Saka Pramuka, Staf Kwartirdan Majelis Pembimbing.
Kepramukaan adalah
proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan
di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan,
sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya
pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah sistem
pendidikan kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan
perkembangan masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Gerakan
Pramuka dipimpin oleh Ketua Kwartir
Nasional, yang saat ini dijabat Budi Waseso.
Gerakan
Pramuka atau Kepanduan di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1923 yang ditandai dengan didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie
(NPO) di Bandung.[1] Sedangkan
pada tahun yang sama, di Jakarta didirikan (Belanda) Jong
Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).[1] Kedua
organisasi cikal bakal kepanduan di Indonesia ini
meleburkan diri menjadi satu, bernama (Belanda) Indonesische
Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) di Bandung pada
tahun 1926.[1]
Organisasi
Kepanduan Indonesia di seputaran tahun 1920-an.
Pada
tanggal 26 Oktober 2010, Dewan Perwakilan Rakyat mengabsahkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan Undang
Undang ini, maka Pramuka bukan lagi satu-satunya organisasi yang boleh
menyelenggarakan pendidikan kepramukaan. Organisasi profesi juga diperbolehkan
untuk menyelenggarakan kegiatan kepramukaan.[2]
Masa
Hindia Belanda[sunting | sunting sumber]
Kenyataan
sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai
"saham" besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta
ada dan berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam
perkembangan pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk
bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi
kepanduan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandsche
Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat
pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar
sendiri serta kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische
Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi
Kepanduan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie;
berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada
tahun 1916.
Kenyataan
bahwa kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di
atas dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah"
yang pada 1920 berganti nama menjadi "Hizbul Wathan"
(HW); "Nationale Padvinderij" yang didirikan oleh Budi Utomo;
Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling Padvinderij" yang
kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam Afdeling Pandu" dan lebih
dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) didirikan
oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders
Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat
bersatu bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan
terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia"
merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada
tanggal 23 Mei 1928.
Federasi ini
tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930
berdirilah Kepanduan
Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java
Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij);
PK-Pandu Kebangsaan).
PAPI
kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia
(BPPKI) pada bulan April 1938.
Antara
tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernapas
utama kebangsaan maupun bernapas agama. kepanduan yang bernapas kebangsaan
dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP),
Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia
(KRI). Sedangkan yang bernapas agama Pandu Ansor,
Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia
(KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen),
Kepanduan Asas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia
(KMI).
Sebagai
upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan
Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree".
Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun
nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan
Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada
tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Masa Perang Dunia II
Pada
masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda
meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk
gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II
tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di dada para
anggotanya. Karena Pramuka merupakan suatu organisasi yang menjunjung tinggi
nilai persatuan. Oleh karena itulah bangsa Jepang tidak mengizinkan Pramuka di
Indonesia.
Masa
Republik Indonesia[sunting | sunting sumber]
Sebulan
sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepanduan
berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia
Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan
pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan
segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres
yang dimaksud dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan
Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi
kepanduan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun
sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada
peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu
diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata
Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai martir
gerakan kepanduan di Indonesia. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat
dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti
Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan
Indonesia Muda (KIM).
Masa
perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian
juga bagi para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah
periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan
itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di
Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres
ini antara lain memutuskan untuk menerima konsep baru, yaitu memberi kesempatan
kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya
masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia
bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan
Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah
pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah
kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari
1947 itu berakhir sudah.
Mungkin
agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri
No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organisasi kepanduan mengadakan
konfersensi di Jakarta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan
berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada
1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia.
Ipindo
merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi
puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia)
dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini
pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam
perjalanan ke Australia.
Dalam
peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-10 Ipindo
menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada
tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo
sebagai wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan
seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian
hidup kepanduan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan
Januari 1957.
Seminar
Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi
setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan
yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958,
Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto,
Bogor, Jawa Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".
Kalau
Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI
menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat
di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga
Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah,
masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan
Pramuka.
Kelahiran
Gerakan Pramuka[sunting | sunting sumber]
Sejarah
Pramuka Indonesia[sunting | sunting sumber]
Gerakan Pramuka lahir
pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan
Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar
tahun 1960.
Dari
ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan
kepanduan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan
dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.
Peraturan
yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960,
tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar
pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang
kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan
menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30).
Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powell (Lampiran
C Ayat 8).
Ketetapan
itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah
Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin
gerakan kepanduan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam
itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui,
metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan
yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk
panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P
dan K Prof. Prijono,
Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan
Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu
pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961
tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan
Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada
tanggal 9 Maret 1961.
Ada
perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan
Presiden itu.
Masih
dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun
1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota
Panitia ini terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A.
Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Panitia
inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai
Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961
tentang Gerakan Pramuka.
Kelahiran
Gerakan Pramuka[sunting | sunting sumber]
Gerakan
Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu:
Pidato
Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili
organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di
Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN
PRAMUKA
Diterbitkannya
Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang
Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya
organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi
anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan
Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola
Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari
Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan
merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini
kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
Pernyataan
para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri
ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada
tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR
GERAKAN PRAMUKA.
Pelantikan
Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, serta penganugerahan
Panji-Panji Gerakan Pramuka pada tanggal 14 Agustus 1961.
Selain
pelantikan pengurus Gerakan Pramuka, pada tanggal 14 Agustus 1961 pula
dilangsungkan defile Pramuka yang bertujuan untuk memperkenalkan secara resmi
Gerakan Pramuka Indonesia kepada khalayak. Sejak itu, tanggal 14 Agustus
kemudian dikenal sebagai HARI PRAMUKA.
Gerakan
Pramuka Diperkenalkan[sunting | sunting sumber]
Pidato
Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan
Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh
masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya
yaitu pengurus dan anggotanya.
Menurut
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis
Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.
Badan
Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat
17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk
dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.
Namun
dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal
14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70
anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara
anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.
Mapinas
diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II
Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.
Sementara
itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI
Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.
Gerakan
Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal
14 Agustus 1961 bukan saja di Ibu kota Jakarta, tetapi juga di tempat yang
penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka
mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan
Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum
kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari,
di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan
berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961)
yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX
sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Peristiwa
perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA
yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.
Tujuan Gerakan Pramuka
Gerakan
Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka:
Memiliki
kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat
hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan
hidup, sehat jasmani, dan rohani;
Menjadi
warga negara yang berjiwa Pancasila, setia, dan patuh kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik, dan berguna,
yang
dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama
bertanggungjawab atas pembangunan bangsa, dan negara, memiliki kepedulian
terhadap sesama hidup, dan alam lingkungan
Prinsip
Dasar Kepramukaan
Gerakan
Pramuka berlandaskan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
Iman,
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Peduli
terhadap bangsa, dan tanah air, sesama hidup, dan alam seisinya.
Peduli
terhadap dirinya pribadi.
Taat
kepada Kode Kehormatan Pramuka.
Metode
Kepramukaan
Metode
Kepramukaan merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:
Pengamalan
Kode Kehormatan Pramuka.
Belajar
sambil melakukan.
Kegiatan
berkelompok, bekerja sama, dan berkompetisi.
Kegiatan
yang menarik, dan menantang.
Kegiatan
di alam terbuka.
Kehadiran
orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan.
Penghargaan
berupa tanda kecakapan.
Satuan
terpisah antara putra, dan putri.
Keanggotaan[sunting | sunting sumber]
Anggota
Gerakan Pramuka[3] terdiri
dari Anggota Muda, dan Anggota Dewasa. Anggota Muda adalah Peserta Didik
Gerakan Pramuka yang dibagi menjadi beberapa golongan di antaranya:
Golongan Siaga merupakan
anggota yang berusia 7 s.d. 10 tahun
Golongan Penggalang merupakan
anggota yang berusia 11 s.d. 15 tahun
Golongan Penegak merupakan
anggota yang berusia 16 s.d. 20 tahun
Golongan Pandega merupakan
anggota yang berusia 21 s.d. 25 tahun
Anggota
yang berusia di atas 25 tahun berstatus sebagai anggota dewasa. Anggota dewasa
Gerakan Pramuka terdiri atas:
Tenaga
Pendidik
Pembina
Pramuka
Pelatih
Pembina
Pembantu
Pembina
Pamong
Saka
Instruktur
Saka
Fungsionaris
Ketua,
dan Andalan Kwartir (Ranting s.d. Nasional)
Staf
Kwartir (Ranting s.d. Nasional)
Majelis
Pembimbing (Gugus Depan s.d. Nasional)
Pimpinan
Saka (Cabang s.d. Nasional)
Anggota
Gugus Dharma Gerakan Pramuka
Gerakan
Pramuka Indonesia memiliki 17.103.793 anggota (per 2011)[4],
menjadikan Gerakan Pramuka sebagai organisasi kepanduan terbesar di dunia.
Lambang[sunting | sunting sumber]
Artikel
utama: Lambang Pramuka
Lambang
Gerakan Pramuka[3] adalah Tunas Kelapa.
Sifat[sunting | sunting sumber]
Berdasarkan
resolusi Konferensi Kepanduan Sedunia tahun 1924 di Kopenhagen, Denmark,
maka kepanduan mempunyai tiga sifat atau ciri khas, yaitu:
Organisasi
yang menyelenggarakan kepanduan di suatu negara haruslah menyesuaikan
pendidikannya itu dengan keadaan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara.
Organisasi
kepanduan di negara manapun di dunia ini harus membina, dan mengembangkan rasa
persaudaraan, dan persahabatan antara sesama Pandu, dan sesama manusia, tanpa
membedakan kepercayaan/agama, golongan,
tingkat, suku dan bangsa.
Kepanduan
dapat dipergunakan di mana saja untuk mendidik anak-anak dari bangsa apa saja
Lagu
H.
Mutahar salah seorang pejuang, penggubah lagu, dan tokoh Pramuka menciptakan
sebuah Hymne Pramuka bagi Gerakan Pramuka. Lagu
itu berjudul Hymne Pramuka. Hymne Pramuka menjadi lagu yang selalu dinyanyikan
dalam upacara-upacara yang dilaksanakan dalam Gerakan Pramuka.
Syair
lagu Hymne Pramuka adalah
“
|
Kami
Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila Satyaku kudharmakan, dharmaku kubaktikan agar jaya, Indonesia, Indonesia tanah air ku Kami jadi pandumu. |
”
|
Kode
Kehormatan
Kode
kehormatan dalam Gerakan Pramuka terdiri dari Tiga Janji yang disebut
"Trisatya" dan Sepuluh Moral yang disebut "Dasadarma".
Khusus untuk golongan siaga kode kehormatan terdiri dari Dua Janji yang disebut
"Dwi Satya" dan Dua Moral yang disebut "Dwi Darma"
Trisatya
Pramuka
Demi
kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh:
Menjalankan
kewajibanku terhadap Tuhan, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan
Pancasila
Menolong
Sesama Hidup, dan Mempersiapkan diri serta membangun masyarakat
Menepati
dasa darma
Dasadarma
Pramuka
Taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Cinta
Alam, dan kasih sayang sesama manusia.
Patriot
yang sopan, dan kesatria.
Patuh,
dan suka bermusyawarah.
Rela
menolong, dan tabah.
Rajin,
terampil, dan gembira.
Hemat,
cermat, dan bersahaja.
Disiplin,
berani, dan setia.
Bertanggung
jawab, dan dapat dipercaya.
Suci
dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Sumber : WIKIPEDIA
